Popokan, Tradisi Perang Lumpur di Desa Sendang Kabupaten Semarang

Sendang merupakan nama sebuah dusun (dukuh) sekaligus nama sebuah kelurahan yang berlokasi di Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Di Desa Sendang ini ada tradisi yang terkenal dengan nama popokan, dan dikenal pula dengan nama perang lumpur. Tradisi popokan sebenarnya merupakan sebuah upacara adat lempar lumpur yang dimiliki Dusun Sendang yang hakekatnya merupakan tradisi tasyakuran yang dilakukan oleh warga Desa Sendang atas keselamatan warga, panen yang melimpah yang diterima oleh seluruh warga desa.

Ritual Popokan

Tradisi popokan atau perang lumpur sebenarnya merupakan ending dari tradisi tasyakuran warga atas panen yang melimpah yang diterima oleh seluruh warga desa Sendang.
Secara garis besar, ritual popokan dapat diklasifikasikan menjadi empat macam:

1. Bersih Sendang 

Bersih Sendang atau sumber mata air di Dusun Sendang yang berjumlah empat sumber mata air, sendang Glagah, sendang Preh dan sendang Dawung. Bapak-bapak dan warga Dusun Sendang berpartisipasi aktif membersihkan mata air atau sendang yang ada di Dusun Sendang. Sebagian dan mereka membersihkan air sendang sampai bersih dari dedaunan ataupun endapan di dalamnya hingga air sendang terlihat jernih kembali. Sebagian yang lain membersihkan rumput liar atau pepohonan yang tumbuh di sekitar sendang dengan memangkasnya agar menjadi rapi. Sebagian membersihkan sekitar sendang dengan pacul sehingga tanah sekitar bersih terbebas dan rumput liar.

Bersih sendang ini biasanya dilakukan pada hari Kamis sore, jam 13.00 sampai dengan jam 16.00 WIB, satu hari sebelum tradisi popokan dilakukan. Bersih sendang ini dilakukan oleh warga dikarenakan mereka berkeyakinan bahwa air merupakan sumber kehidupan, sumber kehidupan warga seluruhnya. Maka sumber kehidupan ini perlu untuk dibersihkan dari kotoran sehingga kehidupan merekapun akan bersih jauh dari kotoran ataupun marabahaya yang mengancamnya. 

2. Upacara Tumpengan

Selanjutnya, dilakukan upacara tumpengan dari warga Dusun Sendang yang dibuat oleh setiap keluarga di dusun tersebut. Nasi tumpeng merupakan nasi yang dibuat dengan bentuk gunungan, dengan puncak yang lancip diletakkan di baskom, ataupun tampah (sejenis anyaman bambu yang diperuntukkan untuk nasi tumpeng). Nasi tumpeng itu dilengkapi dengan lauk pauk khusus. 

Ritual tumpengan dilaksanakan di rumah modin (Imamuddin: pemuka agama). Warga Dusun Sendang khususnya bapak- bapak datang membawa nasi tumpeng masing-masing ke rumah modin. Mereka duduk berjajar saling berhadapan, di tengahnya diletakkan nasi tumpeng yang dibawanya. Setelah seluruh warga Dusun Sendang datang dan berkumpul, acara tumpengan dimulai. Modin mulai membaca hadroh, ila hadharati ruhi, sampai lengkap ditanjutkan bacaan surat at Ikhlas, surat al Falaq, surat an Nas, dan bacaan sebagian ayat al Qur’an, tahlil sampai doanya. Doa- doa dilakukan dalam versi Islam meskipun ada sebagian warga yang beragama Kristen. Setetah selesai berdoa, warga makan nasi tumpeng dan lauk pauk yang dibawanya secara bersamaan.

3. kirab

Selanjutnya, kirab dan arak-arakan yang ditakukan oleh warga Desa Sendang seluruhnya. Arakan-arakan ini dilakukan mulai dari pertigaan Ntotog, persimpangan jalur ke Gubug dan jalur ke Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang sampai Balai Desa Sendang, sejauh kira-kira 2 kilometer. 

Dalam arak-arakan atau kirab itu, warga melakukan ritual dengan mengarak atau menggiring hewan macan yang terbuat dan boneka, yang di dalamnya berisikan orang. Di samping itu, warga juga mengarak nasi tumpeng yang dilengkapi dengan ingkung, ingkung burung dara, ikan wader, udang, ikan belut hasil tangkapan dan warga. Burung dara, ikan wader, udang, dan belut. Kesemuanya merupakan hasil tangkapan dan warga, bukan hasil ternak dan bukan beli dari pasar. Setelah sampai balai desa, Desa Sendang, modin atau kiai membaca doa atas nasi tumpeng yang dibawa di belakang kirab miniatur harimau. Setelah itu, dilanjutkan dengan berebut nasi tumpeng dan ayam panggang yang dibawa oleh para sesepuh masyarakat sekitar.

4. Popokan

Prosesi terakhir yaotu Popokan atau perang lumpur yang berlangsung di dekat Balai Desa Sendang, di jalan Raya Salatiga-Bancak. Tradisi lempar lumpur antar warga berlangsung sangat meriah, dikarenakan diikuti oleh anak anak, remaja dan orang tua khususnya yang laki-laki. Mereka tampak asyik saling melempar tanpa sasaran yang jelas. Bahkan kadang terjadi aksi saling kejar mengejar untuk saling melempar di area persawahan yang dipergunakan sebagai ajang perang lumpur. 

peserta perang lumpur tidak diperkenankan marah dan emosi karena terkena lemparan lumpur dari peserta lain. Sebaliknya, warga yang terkena lemparan lumpur ini akan merasa senang, karena dipercaya akan dapat berkah.
Kirab
Tradisi perang lumpur ini tetap dilakukan oleh warga, untuk menghormati warisan budaya nenek moyang mereka. Upacara popokan ini bermakna sebagai bentuk rasa syukur warga kepada leluhur yang telah berhasil mengusir hewan buas yang mengganggu warga.

Alasan Tradisi Popokan

Tradisi popokan merupakan warisan dan nenek moyang warga Desa Sendang yang telah berlangsung cukup lama. Menurut Faizin, popokan merupakan ritual pengusiran terhadap macan yang masuk dan mengganggu warga Desa Sendang. Cerita tentang pengusiran terhadap binatang menurut Faizin hanya berlangsung sampai pada Mbah Darmo, sesepuh nonik yang berasal dan Kayuglagah, Beji, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

Cerita tentang pengusiran harimau yang mengganggu warga terjadi pada masa mbah Semendi (sesepuh Desa Sendang). Beliau adalah sesepuh Desa Sendang yang berasal dari Yogyakarta, yang dalam pengembaraannya beliau menetap di Dusun Sendang. Dusun yang banyak sendangnya atau sumber mata air cocok untuk bermukim.

Alasan yang melatarbelakangi tradisi popokan tetap dilestarikan di Desa Sendang ada tiga hal.
  1. Pertama, tradisi ini dianggap sebagai upaya untuk melestarikan budaya lokal sebagai warisan dari nenek moyang mereka. Tradisi popokan sebagaimana asal muasalnya yang merupakan upaya sesepuh desa zaman itu untuk mengusir macan yang mengganggu warga Desa Sendang. Popokan yang dimaknai sebagai upaya mengusir harimau yang mengganggu warga desa dengan cara melempar lumpur sawah.
  2. Kedua, tradisi popokan mengangkat dan mengenalkan tradisi lokal ke tingkat nasional. Tradisi popokan awalnya hanya dikenal di Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi yang begitu cepat tradisi popokan tidak hanya dikenal di wilayah Kecamatan Bringin saja, tetapi juga dikenal di Jawa Tengah.
  3. Ketiga, tradisi popokan dikembangkan dan dimodifikasi menjadi beberapa prosesi yang bersifat massal. Tradisi dikembangkan dengan kirab dan arak-arakan yang melibatkan sejumlah elemen masyarakat. Diupayakan tradisi ini tidak hanya milik warga Desa Sendang atau kecamatan Bringin, tetapi menjadi milik warga Kabupaten Semarang.
***
Tradisi popokan merupakan manifestasi atas keselamatan warga Desa Sendang dari berbagai ancaman manabahaya dan manifestasi hasil bumi yang melimpah. Tradisi ini khususnya merupakan wujud rasa syukur masyarakat petani Desa Sendang kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang diperolehnya dan memohon berkah keselamatan bagi masyarakat setempat khususnya para petani. Dengan demikian popokan bermakna pembersihan din atau menghilangkan kejahatan dengan cara yang santun tanpa kekerasan, dengan rendah hati dan taat pada Allah swt.

Source:
Hafidz M. (2020:). POPOKAN: TRADISI PERANG LUMPUR DI TRADISI DESA SENDANG,
KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, 12(2), 1410–7910.

Posting Komentar

© +62 People. All rights reserved. Developed by Jago Desain